Siapa saja yang bangun di pagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum Muslim).
(HR
al-Hakim dan al-Khatib dari Hudzaifah ra.).
WA. Robson mendefinisikan politik sebagai ilmu yang
mempelajari kekuasaan dalam masyarakat,
yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya.
Focus perhatian seorang sarjana politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai
atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang
lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.
Pemikiran politik seperti diatas merupakan sedikit dari
pandangan dan teori yang diterima oleh setiap bangsa. Layaknya adagium,
“Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik; yang ada hanya kepentingan
abadi,” teori dan pemikiran tersubut sudah diterima sebagai suatu
kelaziman dan kebenaran, termasuk oleh kaum Muslim. Sebagian kaum Muslim
menerima apa adanya teori dan pemikiran politik semacam ini. Sebagian yang lain
mengkompromikannya dengan Islam. Namun, tidak sedikit kaum Muslim yang
memandang “politik itu kotor”. Kelompok yang terakhir ini berpendapat bahwa politik
bukanlah bagian dari Islam. Bahkan dikatakan, Islam mengharamkan politik dan
aktivitas politik.
Bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai politik?
Apakah politik menurut Islam sama dengan politik dalam kacamata demokrasi?
Pemikiran
Islam
Islam adalah metode kehidupan yang unik; berbeda sama sekali
dengan agama maupun ideologi lain. Dari segi wilayah ajarannya, Islam bukan
saja agama yang mengurusi masalah ruhiah (spiritual), namun juga masalah
politik (siyasah). Dengan kata lain,
Islam adalah akidah yang bersifat spiritual dan politik (al-‘aqidah ar-ruhiyah wa as-siyasiyah). Islam mengatur masalah
yang berhubungan dengan akhirat seperti surga-neraka, pahala-siksa, ibadah
(shalat,puasa zakat, haji,dll);sekaligus juga mengatur urusan kehidupan duniawi
seperti politik, ekonomi, social, pemerintahan, pendidikan, hukuman dan
sebagainya.
Politik Islam (as-siyasah
al-islamiyah) bermakna pengaturan urusan umat dengan aturan-aturan Islam,
baik di dalam maupun luar negeri (ri’ayah
syu’un al-ummah dakhiliy[an] wa kharijiy[an] bi al-ahkam al-islamiyah).
Aktivitas politik dilaksanakan oleh rakyat (umat) dan pemerintahan (Negara).
Pemerintah/Negara merupakan lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis (‘amali). Lalu umat mengontrol sekaligus
mengoreksi (muhasabah) pemerintahan
dalam tugasnya. Secara etimologis, politik (siyasah)
berasal dari kata sasa-yasusu-siyasat[an]
yang berarti mengurusi kepentingan seseorang.
Dalil-dalil syariah dari beberapa hadits menggambarkan
adanya aktivitas penguasa, koreksi dan kontrol terhadapnya serta kewajiban
mengurusi kepentingan kaum Muslim, yang semuanya itu merupak akivitas politik
(ri’ayah syu’un). Di antaranya:
Seseorang
yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus kepentingan umat, tetapi dia tidak
memberikan nasihat kepada mereka, tidaklah akan mencium bau surga.
(HR
al-Bukhari dari Ma’qil bin Yasar ra)
Tidaklah
seorang hamba ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam
keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam
surga.
(HR
al-Bukhari dan Muslim dri Ma’liq bin Yasar ra)
“Akan
ada para penguasa. Lalu di antara kalian ada yang mengetahui kemungkarannya dan
ada pula yang mengingkarinya. Siapa saja yang mengetahui kemungkarannya dan
tidak membenarkannya maka dia tidak berdosa. Siapa saja yang mengingkari
kemungkarannya dan berusaha meluruskannya maka dia akan selamat. Namun, siapa
saja yang meridhai dan mengikuti kemungkarannya maka dia berdosa.”
Para Sahabat bertanya,”Apakah kita tidak
memerangi saja mereka?” Nabi saw., menjawab,”Tidak, selama mereka menegakkan
shalat”. (HR Muslim dari Ummu
Salamah ra)
Jika
seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari pemimpinnya maka bersabarlah.
Siapa saja yang memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam) walaupun
sejengkal saja, lalu mati, maka matinya adalah mati Jahiliyah.
(HR al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Abbas ra)
Hadits
– hadits diatas - baik yang berkenaan dengan penguasa dan kedudukannya,
muhasabah umat terhadap penguasa, atau hubungan antar sesama kaum Muslim dalam
mengurus kepentingan mereka dan untuk saling menasihati-semuanya menunjukkan
makna politik, yaitu mengurusi
kepentingan umat.
Dalil
– dalil syariah tersebut menunjukkan bahwa politik adalah unsur terpenting
dalam Islam. Peduli dan sibuk dengan aktivitas politik untuk mengurusi
kepentingan umat Islam, khususnya berusaha untuk menegakkan Islam di muka bumi,
merupakan kewajiban terbesar kaum Muslim. Sebab, pengaturan urusan umat Islam
harus diselenggarakan oleh Negara dengan hanya merujuk pada hukum – hukum dan
solusi Islam. Intinya, aktivitas politik untuk menerapkan hukum Islam secara
sempurna (kamil[an]) dan menyeluruh (syamil[an]) adalah wajib bagi setiap
Muslim.
Dari
definisi ini jelaslah bahwa politik (siyasah)
dalam Islam adalah ri’ayah syu’un
al-ummah (mengurusi urusan umat), bukan seperti politik dalam demokrasi
yang berorientasi pada kekuasaan dengan mengabaikan aturan – aturan Al-Khaliq. Aktivitas politik dalam
demokrasi yang menghalalkan segala cara, menerapkan dan membuat hukum – hukum
buatan manusia serta mengeliminasi hukum – hukum Allah, merupakan kemaksiatan.
Sebaliknya, aktivitas politik dalam Islam yang bertujuan untuk menegakkan hukum
– hukum Allah dan menjadikan Islam sebagai rahmatan
lil’alamin merupakan kewajiban.
Sumber: MDI (Islam dari akar hingga ke daun)