Menjadikan Islam Sebagai Mab'da Kehidupan

Selasa, 19 Juni 2012

SIYASAH ISLAM BAGIAN I


Siapa saja yang bangun di pagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim  maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum Muslim).
(HR al-Hakim dan al-Khatib dari Hudzaifah ra.).
            WA. Robson mendefinisikan politik sebagai ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam  masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya. Focus perhatian seorang sarjana politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.
            Pemikiran politik seperti diatas merupakan sedikit dari pandangan dan teori yang diterima oleh setiap bangsa. Layaknya adagium, “Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik; yang ada hanya kepentingan abadi,” teori dan pemikiran tersubut sudah diterima sebagai suatu kelaziman dan kebenaran, termasuk oleh kaum Muslim. Sebagian kaum Muslim menerima apa adanya teori dan pemikiran politik semacam ini. Sebagian yang lain mengkompromikannya dengan Islam. Namun, tidak sedikit kaum Muslim yang memandang “politik itu kotor”. Kelompok yang terakhir ini berpendapat bahwa politik bukanlah bagian dari Islam. Bahkan dikatakan, Islam mengharamkan politik dan aktivitas politik.
            Bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai politik? Apakah politik menurut Islam sama dengan politik dalam kacamata demokrasi? 

Pemikiran Islam
            Islam adalah metode kehidupan yang unik; berbeda sama sekali dengan agama maupun ideologi lain. Dari segi wilayah ajarannya, Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiah (spiritual), namun juga masalah politik (siyasah). Dengan kata lain, Islam adalah akidah yang bersifat spiritual dan politik (al-‘aqidah ar-ruhiyah wa as-siyasiyah). Islam mengatur masalah yang berhubungan dengan akhirat seperti surga-neraka, pahala-siksa, ibadah (shalat,puasa zakat, haji,dll);sekaligus juga mengatur urusan kehidupan duniawi seperti politik, ekonomi, social, pemerintahan, pendidikan, hukuman dan sebagainya.
            Politik Islam (as-siyasah al-islamiyah) bermakna pengaturan urusan umat dengan aturan-aturan Islam, baik di dalam maupun luar negeri (ri’ayah syu’un al-ummah dakhiliy[an] wa kharijiy[an] bi al-ahkam al-islamiyah). Aktivitas politik dilaksanakan oleh rakyat (umat) dan pemerintahan (Negara). Pemerintah/Negara merupakan lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis (‘amali). Lalu umat mengontrol sekaligus mengoreksi (muhasabah) pemerintahan dalam tugasnya. Secara etimologis, politik (siyasah) berasal dari kata sasa-yasusu-siyasat[an] yang berarti mengurusi kepentingan seseorang.
            Dalil-dalil syariah dari beberapa hadits menggambarkan adanya aktivitas penguasa, koreksi dan kontrol terhadapnya serta kewajiban mengurusi kepentingan kaum Muslim, yang semuanya itu merupak akivitas politik (ri’ayah syu’un). Di antaranya:
Seseorang yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus kepentingan umat, tetapi dia tidak memberikan nasihat kepada mereka, tidaklah akan mencium bau surga.
(HR al-Bukhari dari Ma’qil bin Yasar ra)
Tidaklah seorang hamba ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga.
(HR al-Bukhari dan Muslim dri Ma’liq bin Yasar ra)
“Akan ada para penguasa. Lalu di antara kalian ada yang mengetahui kemungkarannya dan ada pula yang mengingkarinya. Siapa saja yang mengetahui kemungkarannya dan tidak membenarkannya maka dia tidak berdosa. Siapa saja yang mengingkari kemungkarannya dan berusaha meluruskannya maka dia akan selamat. Namun, siapa saja yang meridhai dan mengikuti kemungkarannya maka dia berdosa.” Para Sahabat bertanya,”Apakah kita tidak memerangi saja mereka?” Nabi saw., menjawab,”Tidak, selama mereka menegakkan shalat”. (HR Muslim dari Ummu Salamah ra)
Jika seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari pemimpinnya maka bersabarlah. Siapa saja yang memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam) walaupun sejengkal saja, lalu mati, maka matinya adalah mati Jahiliyah. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra)
Hadits – hadits diatas - baik yang berkenaan dengan penguasa dan kedudukannya, muhasabah umat terhadap penguasa, atau hubungan antar sesama kaum Muslim dalam mengurus kepentingan mereka dan untuk saling menasihati-semuanya menunjukkan makna politik, yaitu mengurusi kepentingan umat.
Dalil – dalil syariah tersebut menunjukkan bahwa politik adalah unsur terpenting dalam Islam. Peduli dan sibuk dengan aktivitas politik untuk mengurusi kepentingan umat Islam, khususnya berusaha untuk menegakkan Islam di muka bumi, merupakan kewajiban terbesar kaum Muslim. Sebab, pengaturan urusan umat Islam harus diselenggarakan oleh Negara dengan hanya merujuk pada hukum – hukum dan solusi Islam. Intinya, aktivitas politik untuk menerapkan hukum Islam secara sempurna (kamil[an]) dan menyeluruh (syamil[an]) adalah wajib bagi setiap Muslim.
Dari definisi ini jelaslah bahwa politik (siyasah) dalam Islam adalah ri’ayah syu’un al-ummah (mengurusi urusan umat), bukan seperti politik dalam demokrasi yang berorientasi pada kekuasaan dengan mengabaikan aturan – aturan Al-Khaliq. Aktivitas politik dalam demokrasi yang menghalalkan segala cara, menerapkan dan membuat hukum – hukum buatan manusia serta mengeliminasi hukum – hukum Allah, merupakan kemaksiatan. Sebaliknya, aktivitas politik dalam Islam yang bertujuan untuk menegakkan hukum – hukum Allah dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin merupakan kewajiban.




Sumber: MDI (Islam dari akar hingga ke daun)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar